Halo!
Entah kenapa gue ingin sekali-kali menulis dalam bahasa pertama gue, Indonesia. Bukannya bosan dengan Bahasa Inggris, tapi hanya saja gue merasa posting ini lebih nyaman bila ditulis dalam bahasa sehari-hari gue :)
Sebagai seorang anak tentu saja gue punya mimpi, atau lebih tepatnya pernah punya mimpi. Ya, pernah.
Dulu ketika masih kecil, mama bertanya tentang apa cita-cita gue. Gue yang sejak waktu kecil nakal menjawab, "Ingin jadi gangster", akibat terlalu banyak menonton film gangster Hongkong. Lalu mama marah. Orang tua mana yang tidak marah bila anaknya ingin jadi gangster. Itu terjadi ketika gue berumur 7 tahun, masih kecil saja cita-cita sudah seperti itu.
Seiring berjalannya waktu, cita-cita gue berubah, dari menjadi gangster menjadi artis. Bukan artis sinetron atau penyanyi, namun lebih ke arah seni rupa dan desain. Gue tertarik untuk menjadi artis karena semasa sekolah menengah pertama gue mengambil pelajaran desain grafis dan seni lukis, dan gue sangat menikmati hal tersebut. Warna-warna, lukisan, mendesain, dan semacamnya. Jauh lebih tertarik daripada melihat angka.
Namun setelah gue membaca novel tentang manusia berkepribadian ganda, gue tertarik untuk menjadi psikolog klinis. Entah kenapa topik mengenai kepribadian ganda menarik gue untuk mempelajari lebih lanjut.
Menginjak bangku sekolah menengah atas, gue berubah haluan. Dari yang tadinya tidak tertarik dengan angka-angka, gue menjadi tertarik kepada matematika. Walaupun gue anak program sosial, namun itu tidak menghentikan ketertarikan gue akan matematika. Gue suka menghitung, mengerjakan soal mat, bukan berarti gue tertarik dengan dunia akuntansi.
Gue sama sekali tidak tertarik dengan akuntansi.
Tidak pernah terlintas di pikiran gue bahwa akuntansi adalah pelajaran yang menarik, akuntan adalah pekerjaan yang menantang dan menarik gue. Tidak pernah sekalipun.
Namun hal tersebut berubah ketika gue harus memasuki masa kuliah, atau lebih tepatnya dipaksa berubah.
Gue mengutarakan keinginan gue untuk mempelajari lebih lanjut tentang seni rupa dan desain, namun keinginan tersebut ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tua gue dengan alasan, "Lukisan tidak dapat memberi kamu makan karena jarang yang membeli." Ya gue belum tahu tentang hal itu.
Gue lalu mengganti jurusan yang akan gue ambil menjadi psikologi. Namun mereka juga tetap menolak mentah-mentah dengan alasan, "Untuk apa jadi psikologi? Untuk apa mengurusi orang gila? Nanti kamu ikut gila." Gue rasa mereka berpikiran tertutup.
Lalu terakhir gue mengganti pilihan jurusan menjadi matematika. Hal tersebut jelas ditolak oleh kedua orang tua gue, lagi-lagi, dengan alasan, "Mau kerja apa kamu nanti? Guru? Berapa gajinya? Makan saja tidak cukup."
Jujur saja, gue belum pernah khawatir akan uang dan akan hari esok. Gue selalu yakin bahwa Tuhan selalu menjaga gue, jadi apa yang harus gue khawatirkan. Burung-burung saja Ia pelihara. Dan gue memang nyatanya belum pernah khawatir tentang itu.
Gue bingung dan sedih karena semua yang gue mau rasanya tidak sesuai dengan apa yang mereka mau. Mereka ingin gue menjadi akuntan. Pekerjaan yang sama sekali tidak gue sukai, sama sekali tidak pernah dan tidak akan pernah menarik minat gue. Duduk di kantor dari jam 8 sampai jam lembur, pantat terpaku pada kursi dan jari-jari pada keyboard, bukanlah sesuatu yang gue harapkan.
Ya tentu gue memberontak, gue tidak ingin menjadi akuntan. Namun tiba-tiba mama mengatakan kalau selain akuntansi, ia tidak akan memberikan restu. Gue jelas tahu kalau sesuatu yang dikerjakan tanpa restu orang tua tidak akan berhasil. Dengan berat hati akhirnya gue memilih akuntansi dan diterima.
Pelajaran yang paling gue benci.
Hari-hari perkuliahan gue jalani dengan berat hati, satu-satunya yang membuat gue senang adalah teman-teman gue di kampus. Jadi sejujurnya, gue kuliah hanya untuk bertemu dengan teman-teman. Gue tidak belajar dengan serius. Pelajaran yang gue ikuti dengan serius hanyalah, matematika ekonomi dan mikro ekonomi. Ya, hanya yang berkaitan dengan matematika. Untuk pelajaran lainnya, bukunya saja tidak pernah gw buka, masih rapi seperti baru dan bisa dijual lagi.
Gue pikir orang tua gue akan mengerti gue kalau gue sangat tidak suka akuntansi dan sangat merasa tersiksa menjalaninya. Namun nyatanya tidak. Walaupun gue tahu mereka melakukan itu untuk kebaikan gue sendiri, kebaikan yang bahkan gue tidak tahu apa itu...... dan gue yakin mereka juga tidak tahu.
Sampai gue mengikuti seminar NSCD, ada satu kalimat yang dikatakan oleh motivator yang menjadi pembicara akan gue ingat terus.
Ya sudahlah kalau sudah terlanjur salah jurusan, diselesaikan saja. Namanya memenuhi keinginan orang tua.
Ya. Memenuhi keinginan orang tua. Berbakti.
Kalau gue masih dibilang tidak berbakti kepada orang tua........ gue tidak tahu lagi untuk apa sebenarnya gue buang-buang waktu 4 tahun secara percuma tanpa tujuan.
Jadi kalau ditanya tujuan lain gue kuliah akuntansi, gue akan menjawab,
"Lumayan ijazahnya bisa dipajang di lemari pajangan nyokap."
Ya, mungkin begitu.
Sekarang kalau ditanya lagi apa mimpi gue............ gue tidak tahu. Gue tidak punya mimpi lagi.
| Credit: Bob-a-loo |
Ironis.................
Ciao,
Bern
No comments:
Post a Comment
Thanks for your comments :)